Pages

Monday, November 21, 2005

Gugur dan Tumbuhnya Dedaunan: Analogi Indonesia yang Dilanda Krisis


Di Balik Indahnya Musim Gugur

Pohon yang sedang menggugurkan daunnya


Pernahkan anda mengalami musim gugur? Daun-daunan yang tadinya berwarna hijau segar oleh klorofil, berubah warna melalui serangkaian metabolisme yang rumit. Dedaunan berubah warna menjadi kuning, merah, dan jingga, bergantung pada jenis tumbuhannya. Pemandangan semacam ini sangat menarik, dan indah.


Gugurnya dedaunan pada tumbuhan disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya karena faktor suhu, kelembapan udara, intensitas cahaya matahari, dan lain lain. Walaupun indah dilihat, gugurnya daun terjadi akibat tekanan-tekanan eksternal tersebut. Saya menggarisbawahi “tekanan” karena hal inilah yang menjadi faktor utama terjadinya gugur daun.


Memasuki musim dingin, semua daun berguguran, kemudian tumbuhan akan memasuki masa dorman, mati suri, di mana metabolisme di dalam tumbuhan hampir sama sekali tidak terjadi.


Musim Gugur di Indonesia

Saat ini, di Indonesia juga sedang terjadi "musim gugur". Namun yang gugur adalah kepercayaan rakyat terhadap pemimpinnya, norma-norma budaya di dalam masyarakat, dan lain-lain.


Gugurnya Kepercayaan Rakyat terhadap Pemimpin

Kepercayaan rakyat kepada para pemimpin akan gugur apabila pemimpin bertindak tidak mampu bersikap amanah. Hal ini akan terjadi pada pemimpin manapun, bahkan kepada yang dipilih secara demokratis sekalipun. Hal ini terjadi di Indonesia. Seperti gugurnya dedaunan pada tumbuhan, gugurnya kepercayaan terjadi akibat tekanan-tekanan yang dialami masyarakat. Tekanan yang terjadi diantaranya dalam wujud kebijakan-kebijakan yang tidak pro rakyat.

Kebijakan-kebijakan yang tidak bersahabat kepada rakyat bertubi-tubi diluncurkan oleh para petinggi-petinggi kita. Diantaranya adalah keputusan pemotongan subsidi BBM sehingga terjadi kenaikan harga hampir sebesar 100%, pengesahan Undang-Undang menaikkan tunjangan fungsional anggota DPR (yang sering tidak hadir / tidur saat sidang) sebesar 10 juta rupiah, kebijakan pemerintah untuk mengimpor beras (padahal petani masih sanggup memenuhi kebutuhan dalam negeri), dll. Kebijakan-kebijakan tidak populis ini sangat memberatkan rakyat. Tidak ada empati terhadap kondisi rakyat!!!

Para Anggota Dewan yang sedang Berusaha Keras Memperjuangkan Nasib Rakyat (tapi sedikit mengantuk)


Akankah kepercayaan kepada para pemimpin gugur sepenuhnya?


Gugurnya Norma-norma dan Budi Pekerti di dalam Masyarakat

Setiap hari, dalam koran atau media masa lainnya, kita dapatkan judul-judul yang menyedihkan, seperti, “Pemuda Bunuh Diri karena Tidak Dibelikan Handphone”, “Siswa SMU Melakukan Pesta Mesum di dalam Kelas”, dan lain-lain (silakan anda buka koran hari ini). Norma-norma yang pernah saya pelajari di SD dan SMP seperti bersabar, menjaga harga diri, saling tolong menolong, rajin menabung, agaknya perlahan lahan mulai ditinggalkan oleh rakyat kita. Teori-teori PPKn dan PMP sepertinya sudah mulai usang dan diganti dengan sesuatu yang lebih mutakhir.


Tekanan-tekanan yang berkontribusi terhadap gugurnya norma-norma di dalam masyarakat ada banyak sekali. Tekanan yang paling terasa adalah tekanan budaya konsumerisme yang menjamur melalui banyak jalur. Konsumerisme ini tidak diimbangi oleh kenaikan daya beli, sehingga terjadilah banyak kejadian-kejadian “aneh” seperti yang diliput di dalam media masa. Kemudian ada juga faktor tekanan budaya barat (kebebasan berbicara dan kebebasan bertindak(as in free sex)) yang membuat masysarakat menjadi tidak terkendali. Budaya asli Indonesia (entah budaya apa) terobrak-abrik tidak jelas. Tidak ada rasa malu, tidak ada rasa canggung untuk berbuat yang salah..


Akankah norma-norma yang dulu pernah diajarkan kepada saya dan generasi saya di dalam pelajaran PMP dan PPKn gugur sepenuhnya?


Musim Gugur Berlanjut ke Musim Semi

Musim gugur diikuti oleh musim dingin, dan kemudian diikuti oleh musim semi. Kita semua tahu bahwa musim semi sangat indah. Bunga-bunga bermekaran, pepohonan menghijaukan daunnya kembali, hewan-hewan aktif kembali, dan suhu kembali menjadi nyaman.


Akankah Indonesia mengalami "musim semi" di masa depan? Ketika rakyat dapat menaruh kepercayaan penuh kepada para pemimpin. Ketika para pemimpin habis-habisan memperjuangan nasib rakyatnya? Ketika norma-norma dalam masyarakat kembali
dihormati dan menjadi penyeimbang di dalam masyarakat?


Hanya WAKTU dan USAHA kita yang dapat menjawab semuanya. Semoga kita dapat berkontribusi terhadap perbaikan Indonesia. Semoga "musim dingin" atau "musim kemarau " berkepanjangan tidak selamanya melanda Indonesia.

Wednesday, November 16, 2005

Mengupas Sedikit di Balik Demo Anti Bush

Sedikit Liputan Demo di Kampus Kyoto

Suasana Demonstrasi di Main Campus Kyoto University









Demonstrasi adalah sarana yang mudah dan ampuh untuk menyuarakan aspirasi. Demonstrasi tidak selalu harus diidentikkan dengan anarki, emosi, terlebih dengan perbuatan merusak. Sama halnya seperti pengalaman saya di ITB dulu, demonstrasi yang gambarnya telah saya upload di sebelah ini niscaya berjalan dengan tenang, tertib, namun menarik.

Gambar-gambar ini saya ambil pada waktu istirahat (pukul 12.00 - 13.00 waktu Kyoto). Samar-samar anda bisa melihat tulisan "APEC" pada Baligo, dan pasti bisa menebak-nebak topik apa yang sedang mereka angkat. Pastinya berhubungan dengan salah satu negara APEC yang menjadi mitra Jepang.


Berangkat menuju ke Imperial Palace









Hari ini Presiden Amerika Serikat, George W. Bush berkunjung ke Kyoto guna melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Jepang Junichiro Koizumi. Karena kemampuan saya untuk membaca kanji sangat kurang, bahkan hampir nol, saya pun hanya menebak-nebak apa maksud dari demonstrasi ini.

"Tenggelamlah bersama Bush, Koizumi" atau "Turunlah bersama Bush, Koizumi" ?

Dalam aksi ini, Bush dan Koizumi diintimidasi untuk "turun". Maksud "turun" di sini masih ambigu bagi saya.

Walaupun tampaknya antusiasme masyarakat kampus relatif rendah, masih banyak orang yang lalu lalang (khususnya mahasiswa asing seperti saya) yang menyempatkan diri untuk menonton "pertunjukan". Bahkan beberapa mahasiswa asing diberikan kesempatan untuk berorasi mengungkapkan perasaannya. Walaupun tidak seatraktif orang jepang di dalam berorasi, tetap saja rambut pirang, badan tinggi, dan bahasa jepang yang terbata-bata menjadi atraksi tersendiri.

Kampus yang kembali sepi setelah Demo










Demo diakhiri dengan long march menuju Kyoto Imperial Palace, tempat Bush melakukan diskusi dengan Koizumi. Entah apa yang mereka lakukan di sana. Rasanya tidak mungkin mereka digebuk polisi atau membuat kericuhan. Demo yang menarik, dan membuat rindu kepada kampusku, ITB zaman dulu.

Kemanusiaan Universal Melahirkan Kebencian Universal
Rupanya Amerika Serikat, khususnya George Bush telah menjadi musuh bersama masyarakat dunia. Invasi ke Iraq yang brutal dan ternyata bermotif ekonomi telah menjadikan Bush musuh orang-orang di seluruh belahan bumi. Bahkan pemimpin yang berasosiasi dengannya dianggap seburuk dirinya. Tidak terkecuali Junichiro Koizumi.

Kemampuan empati manusia di negara-negara maju jauh lebih baik dibandingkan dengan manusia di negara berkembang, lebih-lebih apabila dibandingkan dengan negara terbelakang. Pembunuhan massal Bush di Iraq dengan "mesin" Amerikanya, atas dasar kepentingan ekonomi semata (untuk mengatur harga minyak dunia) pasti membuat geram orang yang mampu berpikir. Kegeraman ini membuahkan kebencian terhadap Bush dan kroninya. Kebencian itu bahkan datang dari rakyatnya sendiri.

Nilai kemanusiaan universal telah diinjak-injak, bentuk reaksi yang muncul adalah kebencian universal dari penduduk dunia. Bush dan Amerikanya boleh menguasai ekonomi dunia, tapi bisa jadi suatu saat kepentingan materi yang dikaitkan dengan ekonomi akan tidak berarti. Pada saat itulah (mungkin) kita bisa menyaksikan letusan benih-benih kebencian yang telah termanifestasi. Sebagian orang akan melihatnya sebagai kembang api yang indah, dan sebagian lagi akan melihatnya sebagai bom yang dahsyat. Maybe...

Sedikit Mengenai Demo di Indonesia
Di dalam melakukan demo ini, teman-teman di Kyoto University agaknya memperhatikan beberapa hal yang memang HARUS diperhatikan oleh para perancang demo di belahan dunia lain. Demo yang tidak ada persiapan yang matang secara teknis dan ideologis, hanya akan menjadi angin lalu.

Di Indonesia, ketidakadilan dan kekecewaan rakyat hanya bisa disalurkan melalui demo, yang sama sekali tidak diperhatikan oleh Pemerintah. Melihat komentar-komentar para petinggi di Indonesia, agaknya demo hanya dianggap sebagai angin lalu saja.

Beberapa contoh
"Biarkan saja, nanti juga setelah mereka ga bisa makan mereka berhenti berdemo." kata wapres Jusuf Kalla ketika ditanya seorang wartawan mengenai demo kenaikan BBM.
"Silakan masyarakat berdemo, Pemerintah sudah punya latar belakang mengapa sebuah kebijakan dilakukan." kata Presiden SBY ketika ditanya mengenai maraknya demo di Indonesia.

Bagi yang ingin berdemo sih demo aja. Suarakan suara kamu. Walaupun bapak bapak petinggi kita tidak mendengar anda, paling tidak ada kepuasan bagi diri sendiri. Dan selain itu, orang lain pun bisa belajar dari ide yang anda punya. Intinya, walaupun tidak diliput oleh media secara besar-besaran, atau tidak dihiraukan oleh Petinggi negara, Demonstrasi tetap memiliki pengaruh tersendiri.