Pages

Friday, March 27, 2020

Religious arrogance at its worst

Just got back from Friday Prayer, where the preacher said that staying at home, not praying Friday Prayer or not going to the mosque for congregation in the times of plague is an act of hypocrisy, which is equally as bad as apostasy. That the covid-19 virus is God's creation and we should not be afraid of it. This accusation goes beyond the common people, as there have already been fatwas (Islamic rulings) from the Saudi Scholars, Al Azhar (Egypt) scholars, and even scholars in Indonesia to (for the time being), pray from our homes. Frankly, it saddens me hearing preaches accusing other people of being hypocrites. Because the fatwas to stay at home were given to remedy the condition, not to make it worse. Its these kinds of preaches that do (make things worse).

There are several scenarios possible. People who are doing their best to stay at home because they assume that they have high potential of being carriers might be encouraged (or forced to come due to peer/community pressure) to come to the mosque. If they are indeed carriers, the whole congregation might be infected, which includes the elderly and children, which have high risk of mortality when infected by the covid-19 virus. Another scenario is that people who are doing their best to quarantine themselves lose trust in the so called "religious people" and the religion in and of itself due to the arrogance, hardness and accusations. This is religious arrogance at its best. It ruins the love among us and make us even further apart.

It may not be understandable to some people, but many of us are not scared of being infected by the virus. If we are infected, we'll take it and be patient with it. We just don't want to infect other people. We don't want to be the cause of suffering for people that we love and care for; and the suffering of other people as well. There has been substantial proof that this is not a media game. People that we know have been infected. Some of them have succumbed to the disease, even though they were in great shape. So being extra careful is understandable, especially for those who have their parents living with them or are living with children.

We are often tested the most in hard times. And this is one of them. We need to stop arrogance toward each other. The choices that we take aren't black and white nowadays. And we need to respect the choices of others and refrain from harsh words that may make the situation even worse.

Imam Al-Hasan Al-Basri said of hypocrisy: “No one fears it but a believer, and no one feels safe from it but a hypocrite.” In other words, if you feel that you don't have hypocrisy, there is a good chance that you are a hypocrite.

Monday, March 23, 2020

Wabah ini akibat kesombongan kami, dan kesombongan itu semakin menjadi-jadi

Manusia adalah satu-satunya makhluk yang bisa memanipulasi alam sesuai kehendaknya. Terkadang ia tidak mengerti akan konsekuensi dari manipulasi atau kegiatan yang ia lakukan. Ia congkak dan melakukan hal-hal bodoh yang seharusnya tidak ia lakukan. Ia merasa bahwa hal-hal yang bisa ia lakukan, boleh dilakukan. Padahal bisa dan boleh merupakan dua hal yang berbeda. 

Ia meneliti dan menyimpan virus-virus berbahaya yang seharusnya dimusnahkan. Ia sombong menyimpan virus-virus berbahaya tersebut, yang ternyata akibat keteledorannya, dapat lepas ke lingkungan dan menginfeksi bahkan membunuh ribuan orang. Dengan sombong ia mengkonsumsi makanan-makanan yang secara fitrah tidak biasa dimakan oleh manusia di peradaban-peradaban lain. Makanan-makanan yang berasal dari hewan-hewan yang memiliki penyakit tertentu yang setelah terus-menerus berinteraksi dengan manusia mampu menginfeksi dan membunuhnya. Tidak ada alasan tertentu untuk mengkonsumsinya, hanya karena alasan “eksotis,” unik, dan untuk memuaskan nafsu serta keingintahuannya. Terlepas dari teori apapun yang berada di balik pandemik COVID-19, dasar dari permasalahannya adalah kesombongan manusia.

Sebelum wabah itu tersebar, para pemimpin, dengan sombongnya mengatakan bahwa wabah ini bukan sesuatu yang patut dikhawatirkan. Dokter yang mencoba memberi peringatan dini kepada dunia ditangkap dan dihukum. Pada akhirnya sang dokter meninggal dunia akibat terjangkit wabah tersebut. 

Setelah wabah ini tersebar ke seluruh belahan bumi, masih ada pemimpin-pemimpin yang sombong dan menganggap enteng betapa berbahayanya wabah ini. Bahkan di antara mereka banyak yang berkelakar dan membuat lelucon-lelucon yang tidak pantas terkait wabah ini. Kesombongan itu diperlihatkan juga melalui kebijakan-kebijakan untuk memperbanyak aktivitas di tempat-tempat pariwisata untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi dan membuka pintu selebar-lebarnya untuk wisatawan asing untuk masuk. Padahal beberapa negara di belahan dunia lain telah begitu ketat menjaga perbatasan negaranya agar wabah ini tidak menyebar lebih cepat. Pertumbuhan ekonomi mendahului kesejahteraan dan kesehatan rakyatnya.

Kini hampir di seluruh dunia ada larangan untuk bepergian dan berkumpul di keramaian. Namun, kesombongan itu masih hadir juga. Mereka yang merasa memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik dari yang lainnya terkadang masih seenaknya bepergian kemanapun mereka mau. Bahkan ke tempat di mana ada orang-orang yang rentan terjangkit wabah ini seperti orang tua dan anak-anak. Padahal, tidak adanya gejala bukan merupakan jaminan belum terjangkit oleh wabah ini, dan masih bisa menulari mereka yang rentan terjangkit.

Kesombongan religius pun muncul ke permukaan. Di komunitas Muslim Indonesia, mereka yang mengisolasi diri karena merasa ada kemungkinan telah terjangkit dicibir, direndahkan dan dianggap mendramatisir keadaan. Bahkan terkadang keluar ucapan bahwa mereka telah mengikuti jejak dan termakan propaganda orang kafir. Yang secara tidak langsung menuduh orang lain keluar dari agamanya. Sungguh kesombongan seperti ini yang justru membuat orang semakin jauh dan terasingkan dari agama yang sebenarnya. Mati memang di tangan Tuhan, tapi harus ada usaha maksimal untuk menghargai hidup dan menjaga sesama. Yang tidak mungkin tercapai dengan adanya kesombongan religius di dalam diri-diri kita. Apalagi ada banyak fatwa-fatwa yang mendukung untuk meminimalisir keluar dari rumah untuk kemaslahatan bersama. Kesombongan religius ini menghalangi kita untuk menghargai pendapat-pendapat lain dan menjaga perasaan antar sesama. 

Dengan sombongnya ada orang-orang tertentu yang bersikukuh mengadakan acara kumpul besar-besaran. Yang walaupun memiliki itikad baik, tidak dapat diterima oleh akal sehat dan logika. Belum lagi usaha ini secara langsung melanggar himbauan para pemimpin dan ahli untuk mengurangi interaksi dengan orang lain. Padahal tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah untuk menjaga diri mereka sendiri dan orang lain yang berinteraksi dengan mereka. Akiibatnya, banyak yang jatuh sakit akibat wabah tersebut.

Masalah-masalah yang dihadapi umat manusia dari masa ke masa pada hakikatnya tidak pernah terlalu berbeda. Kulitnya mungkin tak sama, bisa berupa wabah, peperangan, kelaparan, dan lain-lain. Namun hakikat dari masalah-masalah yang dihadapi biasanya bersumber pada sifat-sifat dasar manusia. Di dalam hal ini, salah satu yang paling utama adalah kesombongan kita. Wabah ini bersumber dan menunjukkan betapa umat manusia, secara kolektif, telah gagal mengendalikan kesombongan kita. Namun di sisi lain, wabah ini pulalah yang semoga dapat mengingatkan kita semua untuk membersihkan diri-diri kita dari kesombongan yang telah mengakar di dalam jiwa kita.

#Covid19
#Indonesia
#Pandemic